CIKARANG, MEDIA YUNIOR - Google Doodle merayakan ulang tahun ke-106 Profesor Dr Sulianti Sarosos hari ini. Lantas siapakah Prof.Dr.Sullianti Saroso?
Google Doodle adalah perubahan logo Google untuk merayakan hari-hari spesial tertentu. Seperti Hari Kemerdekaan, peristiwa penting, budaya dan profil orang-orang penting dalam hidup.
Hari ini, Rabu (5 Oktober 2023), jika Anda membuka beranda Google.com atau Google.co.id, Anda akan melihat gambar logo Google berupa dokter yang sedang menempelkan stetoskop pada seorang anak. Ia adalah Prof Dr Sulianti Saroso, orang yang namanya telah diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Pusat Penyakit Menular (RSPI) di kawasan Sunter Jakarta.
Prof. Dr dr Julie Sulianti Saroso, MPH, PhD. adalah seorang dokter yang memegang peranan penting dalam kebijakan kesehatan di Indonesia. Dalam catatan sejarah, namanya dikenal karena dua hal penting, yakni pencegahan dan pengendalian penyakit menular serta program KB. Julie, sapaan akrabnya, menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P4M) pada tahun 1967. Selain itu, beliau juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional (LRKN) dan membawahi klinik karantina. di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.
Klinik ini saat ini menjadi Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI), pusat rujukan dan penelitian penyakit menular yang diabadikan namanya. Sudah kemarin, di masa pandemi COVID-19, RSPI ini menjadi pusat pengobatan dan penelitian utama untuk melawan wabah corona di tanah air.
Selama hidupnya, dr. Julie Sulianti Saroso tidak pernah tertarik menjadi dokter profesional. Itu sebabnya mereka memanggilnya dokter yang tidak pernah menyuntik orang atau menulis resep.
Ia lebih aktif dalam mengembangkan kebijakan dan manajemen kesehatan di Indonesia. Berbagai program kesehatan masyarakat muncul dari hasil pemikirannya, seperti vaksinasi massal, vaksinasi anak usia dini, pelayanan kesehatan ibu dan anak, program KB hingga produksi cairan oralit untuk penyakit diare.
kehidupan masa kecil
Sulianti Saroso lahir pada tanggal 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali. Ayahnya M. Sulaiman juga seorang dokter dan menginspirasi Sulian kecil untuk menjadi seorang dokter.
Sejak kecil, Sulianti mendapatkan pendidikan terbaik dari keluarganya. Ia menempuh pendidikan sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS) berbahasa Belanda. Juga pendidikan menengah atas di SMA Bandung yang mayoritas siswanya berkulit putih.
Ia kemudian melanjutkan studi kedokteran di Stovia Medical School di Belanda, Geneessständige Hooge School (GHS). Sulianti menerima gelar doktor di bidang kedokteran pada tahun 1942.
Masa perjuangan kemerdekaan
Setelah lulus, Sulianti bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Pusat Jakarta yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Di sana ia mencoba menelusuri awal mula kemerdekaan pada masa pendudukan Jepang.
Saat ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Sulianti pun ikut pindah dan menjadi dokter Republik di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Di sini dia benar-benar menyerbu ke lapangan sebagai petugas medis tempur.
Dia mengirim narkoba ke kantong gerilya Republik. Ia juga aktif terlibat dalam beberapa organisasi pejuang seperti Perempuan Bantu Perjuangan, Organisasi Putra Putri Indonesia dan juga organisasi resmi Kongres Perempuan Indonesia (KOWANI).
1947 Dr Sulianti mewakili KOWANI pada Konferensi Perempuan Asia di New Delhi, India. Di sana ia mengumpulkan dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.
Karena perjuangannya itu, Sulianti ditangkap bersama para pejuang kemerdekaan lainnya ketika pasukan NICA/India Belanda menduduki Yogyakarta pada Desember 1948. Dia juga harus meringkuk di penjara selama 2 bulan.
Kampanye Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia
Setelah revolusi kemerdekaan, Dr. Sulianti kembali ke Kementerian Kesehatan. Dia menerima hibah WHO untuk mempelajari manajemen kesehatan ibu dan anak di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya.
Setelah kembali ke negara asalnya dengan sertifikat Public Health Administration dari University of London, ia ditempatkan di Yogyakarta sebagai Direktur Departemen Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.
Singkatnya, Sulianti mengambil kesempatan untuk mengadvokasi program kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat. Dia juga meminta pemerintah untuk mengembangkan kebijakan penggunaan alat kontrasepsi dalam sistem kesehatan masyarakat. Ia juga menggunakan media RRI Yogyakarta dan harian Kedaulatan Rakyat untuk menyampaikan gagasan tentang pendidikan seks, pencegahan dan program KB. Bagi Suliant, kemiskinan, gizi buruk, kesehatan ibu dan anak yang buruk, serta angka kelahiran yang tidak terkendali merupakan masalah mendesak yang harus segera diatasi.
Kampanye ini dan ide-idenya juga ditolak oleh banyak pihak. Ikatan Organisasi Wanita (GOW) Yogyakarta bersama beberapa dokter dan pimpinan organisasi keagamaan menentang keras gagasan tersebut. Dr Sulianti juga mendapat teguran dari Kementerian Kesehatan. Ia kemudian ditempatkan di Jakarta sebagai Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di Kantor Kementerian Kesehatan.
Sekarang dr. Sulianti tak lagi bergerak sebebas dulu. Namun bukan berarti perjuangannya melawan program KB terhenti. Bersama beberapa aktivis, ia kini mendirikan Yayasan Perlindungan Keluarga (YKK).
Organisasi swasta ini telah mendirikan klinik swasta untuk memberikan pelayanan KB di berbagai kota. Ia juga mendirikan titik pelayanan di Lemah Abang di Bekasi untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak agar sehat dan bahagia.
Menjadi Penasihat Penyakit Menular untuk WHO
Pada awal 1960-an, Suliant mendapat masalah. Suaminya Saroso, seorang pejabat senior di Kementerian Perdagangan, terjebak dalam awan panas pemberontakan PRRI/Permesta.
Tak ingin berlama-lama terpuruk, Sulianti menerima beasiswa ke Tulane Medical School, Louisiana, Amerika. Dalam waktu lima tahun ia menyelesaikan MPH dan PhD dengan disertasi tentang epidemiologi bakteri E-coli.
Dengan gelar doktor tersebut ia diterima sebagai ahli di markas besar WHO di Jenewa, Swiss. Namun, ia ditangkap oleh Menteri Kesehatan Profesor GA Siwabessy saat bersiap pindah ke Swiss.
Ia juga diminta menjadi Dirjen P4M dan Direktur LRKM (Balitbang) oleh Kementerian Kesehatan RI. Dan tetap aktif sebagai profesional di OMS.
Profesor Sulianti menyatakan Indonesia bebas cacar saat menjabat sebagai Dirjen Pencegahan, Pemberantasan, dan Pemberantasan Penyakit Menular (P4M).
Jabatan sebagai Dirjen P4M itu berlangsung hingga tahun 1975, setelah itu ia memutuskan untuk fokus pada Balitbang Kementerian Kesehatan hingga pensiun pada tahun 1978. Di Badan Kesehatan Dunia (WHO) ia terus dipercaya pada tahun 1979 sebagai inspektur di Pusat Penelitian Diare di Dhaka, Bangladesh.
Selama tahun 1970-an dan 1980-an, gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, keluarga berencana, dan kesehatan ibu dan anak secara perlahan dimasukkan ke dalam kebijakan pemerintah.
Prof. Dr. Sulianto Saroso, MPH, PhD., meninggal dunia pada tahun 1991. Untuk mengenang perjuangan dan pelayanannya, namanya diberikan di Rumah Sakit Pusat Penyakit Infeksi (RSPI) Jakarta Prof. Dr. Sullianti Saroso.